Jumat, 19 Februari 2010

Mencari Kerja Halal…


Siang tadi, ketika saya berkeliling kota Serang hingga kawasan Cipocok, mobil yang saya kendarai berpapasan dengan bocah usia belasan yang sedang berkeliling menjajakan dagangannya berupa cobek…. ya cobek, yaitu alat untuk mengulek (menghaluskan) bumbu masakan di dapur, terbuat dari batu kali yang berat. Anak kecil itu memilkul sekitar sepuluh buah cobek berbagai ukuran, masing-masing lima buah di tiap sisi pikulannya.

Sepanjang perjalanan saya tidak habis berpikir, saat jam pelajaran sekolah berlangsung, anak tersebut justeru berkeliling dari satu kampung ke kampung lainnya sekedar menjajakan cobek. Padahal seperti kita ketahui dalam sehari belum tentu barang dagangannya tersebut ada yang membeli. Dengan beban berat di pundaknya, tak nampak sebersit keluh kesah yang terucap di bibirnya.

Saya teringat beberapa minggu lalu saat saya berkunjung ke Baduy Dalam bersama rekan-rekan dari Jakarta. Sepanjang jalan setapak yang kami lalui, ada seorang bocah Baduy Luar yang terus mengikuti kami sambil menawarkan air mineral dalam kemasan. Awalnya guide kami sesama orang Baduy menolak dan menyarankan agar si anak tak usah menawarkan pada rombongan kami, karena dalam group kami, perbekalan air dan makanan sudah lebih dari cukup.

Saya melihat sebuah kardus yang dipikulnya sepanjang jalan dengan terus membuntuti kami, sampai ketika kami melewati Kampung Gazebo di Baduy Luar, si anak ikut beristirahat da kembali menawarkan air mineral yang ia jajakan. Hmm, saya tertarik memulai pembicaraan dan menanyakan berapa botol yang ia bawa hari itu. Dan sambil tersenyum si anak mengatakan bahwa ia membawa dua puluh lima botol air mineral ukuran 500 ml…. woow, kuat sekali bocah ini yang sanggup membawa beban demikian berat dengan kondisi jalan naik turun bukit dan kondisi jalan basah akibat habis di guyur air hujan.

Saya menanyakan berapa harga jual satu botolnya, dan ia menjawab dua ribu lima ratus rupiah. Haaa..? harga tersebut sama dengan dan bahkan lebih murah jika kita membelinya di warung pinggir jalan dengan merek yang sama. Saya menanyakan berapa keuntungan satu botol dari hasil berjualannya. Dan ia kembali menjawab tiap satu botol ia mengambil margin lima ratus rupiah saja…… amazing….

Dan malam ini, ketika saya sempatkan mampir ke kantor untuk satu urusan. Saya kembali berjumpa dengan kawan anak si penjual cobek yang siang tadi saya temui. Ia sedang menunggu teman-temannya di emperan pertokoan Masjid Agung Serang karena mereka janjian bertemu di Masjid ini sekedar melepas lelah melewati malam untuk melanjutkan perniagaannya esok hari.

Saya merasa kelu lidah dan lemas badan melihat perjuangan anak-anak usia belasan tersebut yang sudah harus mencari nafkah dengan beban hidup yang harus mereka jumpai. Kerasnya kehidupan dan cueknya para pemimpin akan realitas yang ada membuat hati kecil ini …. mungkin tertawa.. ya, saya hanya bisa tertawa melihat rekan-rekan di legislatif yang demikian semangat membahas anggaran dan melihat pola tingkah laku rekan-rekan di eksekutif yang ‘semangat’ juga untuk merealisasikan anggaran yang telah di sahkan di legislatif.

Besarnya anggaran pendidikan bagi anak bangsa seolah lenyap seperti bulir-bulir es yang terpanggang di bawah sengatan matahari di kala terik. Mobil yang saya kendarai melewati rumah orang nomer satu di provinsi ini…. dan melewati kantor salah satu partai pendukung calon bupati yang sebentar lagi bertarung…. yang tampak hanya kesan angker dengan pagar tinggi dan penampakan kemewahan di hadapan rakyatnya.

Hanya saja, sayangnya anak penjual cobek itu bukan dilahirkan dari rahim seorang ibu yang kebetulan menjabat sebagai gubernur atau bupati…. Tapi ia terlahir dari seorang rahim ibu warga negara biasa yang tidak memiliki koneksi dan akses kepada pusat pemerintahan…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar