Rabu, 24 Agustus 2011

TKW dan kisah yang kesekian kalinya (Surat Terbuka untuk Jumhur Hidayat)


Malam kemarin, beberapa pesan singkat masuk kedalam BBM saya menceritakan tentang kisah kepiluan seorang TKW dari Malaysia yang diperas saat tiba dari Kuala Lumpur di Bandara Soekarno-Hatta. Pesan tersebut terkirim dari sahabat saya yang menetap di Kuala Lumpur yang kebetulan tinggal bertetangga dengan majikan sang TKW. Ternyata isi pesan tersebut bersumber dari majikan warga negara Malaysia yang galau karena TKW tersebut menelpon dari bandara Soekarno-Hatta di Jakarta meminta petunjuk dan arahan kepada sang majikan karena sang TKW sudah tertahan lebih dari 3 jam dan dimintai uang sebesar 2 juta rupiah untuk dapat lolos dari perasan oknum di terminal kedatangan Internasional Soekarno-Hatta tersebut. Pesan tersebut baru saya baca sekitar pukul sepuluh malam setelah sholat taraweh dan saat itu saya sedang berada di Kecamatan Baros Kabupaten Serang Provinsi Banten.


Agak panik juga saya ketika membaca isi pesan tersebut dan berlanjut hingga teman saya meminta nomer telepon untuk diberikan kepada rekan beliau yang juga adalah majikan TKW tersebut. Sampai saat majikan tersebut menelpon saya untuk meminta bantuan agar pembantu beliau dapat segera pulang ke kampungnya di Krawang, Jawa Barat dengan meng-cross check kondisi di Bandara. Sang majikan gelisah karena komunikasi terakhir antara dirinya dengan sang pembantu terjadi sekitar pukul 6 waktu Malaysia atau sekitar 5 sore waktu Jakarta. Setelah sang pembantu menceritakan kisah pemerasan tersebut komunikasi sudah tidak bisa tersambung lagi, hingga akhirnya sang majikan mengontak rekan-rekannya orang Indonesia yang tinggal berdekatan dengan rumah beliau di Kuala Lumpur untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.


Segala upaya saya lakukan agar pencarian informasi seputar TKW tersebut dapat terlacak. Pertama kali saya menghubungi teman saya yang bekerja di Bea Cukai Soekarno-Hatta dan menceritakan kondisi riil seperti diceritakan oleh majikan TKW tersebut, hingga akhirnya beliau memberikan nomer kontak pihak imigrasi di Bandara Soekarno-Hatta untuk cross check data record kedatangan sang TKW. Namun karena kondisi malam kemarin sudah larut, semua nomer telepon call centre imigrasi tidak ada yang mengangkat. Semua rekan wartawan, baik cetak maupun TV yang bertugas di sekitar Tangerang dan Jakarta saya hubungi untuk mencari informasi seputar informasi sang TKW yang bernama Sumarni. Namun hingga pukul 2 dini hari info seputar Sumarni masih nihil.


Pencarian informasi akhirnya dilanjutkan besok pagi, saya sengaja mengajak rekan wartawan lokal dari Banten agar dapat lebih mudah masuk dan keluar bandara. Dan alhasil baru siang harinya kami baru bisa berkunjung ke kantor BNP2TKI (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia) di Terminal 4 Bandara Soekarno-Hatta yang memang lokasinya sangat jauh dari terminal 1, 2 ataupun terminal 3. Hal ini dikarenakan lokasi Termianal 4 terletak diluar kawasan bandara, karena jika orang umum ingin berkunjung kelokasi ini harus keluar terlebih dahulu melalui pintu M-1 dibelakang bandara, tepatnya dikawasan Selapajang, Tangerang.


Siang kemarin kami diterima oleh Pak Sukidjan selaku kepala operasional yang sedang bertugas. Oleh beliau kami diberikan data seputar TKW yang bernama Sumarni. Data ini lebih cepat dilacak karena majikan Sumarni memberikan nomer passport pembantunya kepada saya yang akhirnya memudahkan penelusuran data tersebut. Menurut catatan dari data yang tersimpan dalam hasil print out kedatangan di kantor BNP2TKI Terminal 4, bahwa Sumarni tiba di Terminal 4 pukul 16.15 WIB dan berangkat dengan angkutan Damri dengan tujuan Krawang pada pukul 16.49 WIB. Ada selang waktu sekitar dua jam lebih dari waktu saat kedatangan di Terminal 2. Namun para petugas di bandara, baik di terminal 2 maupun terminal 4 tidak tahu menahu perihal kasus pemerasan yang menimpa Sumarni.


Saat kami mencoba melacak alamat Sumarni di Krawang yang tertera dalam print out data TKW alamat jelas tidak tertera, hanya ada nama kampung dan kabupaten tanpa kecamatan dan nomer rumah. Akhirnya saya hanya bisa berkirim informasi dengan sang majikan dan rekan saya di Kuala Lumpur dan berharap Sumarni selamat sampai tujuan di kampungnya.


Beberapa saat setelah saya berpamitan dengan Pak Sukidjan datang seorang berperawakan tegap tidak lain adalah kepala BNP2TKI Terminal 4, yaitu Bapak Rolly Laheba. Saya berpamitan sekalian meminta izin memotret kawasan disekitar ruang tunggu TKI yang banyak terdapat TKW menunggu mobil jemputan untuk mengantar mereka ke kampung halaman.


Disela-sela memotret kawasan sekitar ruang tunggu, saya menyempatkan mengobrol dengan beberapa TKW yang malu-malu dipotret dan berpesan “mohon jangan dimasukkan ke koran dan tivi ya Pak”. Saya berdiaalog dengan beberapa diantara mereka, ada Cicih yang bekerja di Singapura berasal dari Pasar Kemis di Tangerang yang sudah menunggu lebih dari lima jam namun belum juga diantar kekampungnya yang masih berlokasi di Tangerang. Ada pula Dewi asal Ciamis yang bekerja di Saudi sudah habis 500 real untuk pengurusan porter dan administrasi yang tidak diketahuinya. Beliau sudah menunggu lebih dari 4 jam, namun belum juga ada jemputan. Sementara yang lainnya, Ida yang bekerja di Yordania berasal dari Indramayu yang sudah menunggu lebih dari dua belas jam namun belum juga ada jemputan yang mengantar ke kampungnya.


Lidah ini tiba-tiba kelu mendengar keluh kesah mereka, yang berbalik seratus delapan puluh derajat dari penjelasan Pak Sukidjan yang menjelaskan jika para TKI yang berada di Terminal 4 tidak akan berlama-lama menunggu jemputan ke kampungnya..???


Tiba-tiba dua orang satpam memanggil saya dan rekan wartawan dari media lokal agar segera meninggalkan lokasi ruang tunggu, karena izin kami masuk ke area tersebut hanya untuk memotret dan bukan untuk wawancara.


Kiranya, bagi Pak Jumhur Hidayat kepala BNP2TKI, mbak Dita Indah Sari yang menjadi staff ahli menakertrans dan Pak Muhaimin Iskandar selaku menakertrans, sudilah sekali-sekali mampir ke Terminal 4, mungkin harus menyamar menjadi TKI atau TKW, merasakan bagaimana menunggu dalam waktu yang cukup lama dengan segala permasalahan yang terjadi tanpa harus menunggu laporan dari bawahan, karena cerita-cerita miring seputar pemerasan dan lamanya waktu tunggu di Terminal 4 bukanlah isapan jempol belaka...