Selasa, 23 Februari 2010

CENTURY DAN ONGKOS POLITIK RAKYAT


Malam ini, pembacaan keputusan hasil Pansus Bank Century di DPR RI seperti menyedot perhatian seluruh rakyat Indonesia. Mang Jaim, penjaga malam di salah satu kantor di Kota Serang saat saya jumpai pagi tadi terus ‘mengoceh’ dengan segala sumpah serapah tentang uang 6.7 Trilyun yang katanya dia sendiri tidak tahu ada berapa angka nol di belakang 6.7 tersebut.

Lain lagi dengan Ucil (dipanggil Ucil karena perawakannya yang kecil seperti anak SD walaupun usianya sudah 19 tahun), loper koran di Pisang Mas yang sehari-hari mengantar koran di kantor. Pagi tadi ia bercerita panjang lebar tentang Bank Century… seperti pengamat politik lainnya (padahal ia hanya tamatan sekolah dasar di Serang). Ia mengutuk tujuh turunan penggunaan dana 6.7 trilyun yang katanya kalau uang itu dibelanjakan untuk beli beras bisa buat stok beberapa tahun di Kota Serang… (katanya semua data ia baca di Koran yang ia jajakan.. hehehe, pinter juga dia).

Saya tidak mau su’udzon atau menuduh kepada orang atau lembaga yang harus bertanggung jawab siapa dan kepada apa uang itu bisa digelontorkan…? Saya jadi ingat masa-masa kampanye 1997, 1999, 2004, 2009 dan beberapa kali pemilihan Gubernur, Bupati serta walikota di Banten yang saya sedikit banyak ikut terlibat didalamnya. Memang tidak ada korelasinya secara langsung dengan uang Bank Century… tapi saya menghitung-hitung ongkos politik dalam roda demokrasi di Indonesia bahkan di dunia.

Saya ingat kasus ‘ongkos politik’ yang terjadi di Amerika yang melibatkan Bos Taipan asal Indonesia yang memiliki kantor pusat di Banten… ya tepatnya di Karawaci Tangerang. Dialah James T. Riyadi pemimpin Group Lippo yang harus menerima putusan kerja sosial selama 400 jam di tahun 2001 dan membayar ganti rugi 8.6 juta USD (setara 86 milyar jika kurs 10.000). James juga harus memakai seragam khusus dengan tulisan ‘bersalah’ di punggungnya dengan cara membersihkan toilet umum, panti jompo dan fasilitas sosial lainnya. Hal ini karena James terbukti memberikan sumbangan illegal terhadap Bill Clinton saat akan menjadi presiden Amerika di tahun 1992 dan tahun 1996.(http://www.gatra.com/2001-01-12/artikel.php?id=2919).... Permasalahan selanjutnya, apakah di Indonesia bisa diterapkan hal serupa..?

Saya membayangkan berapa ongkos politik yang dikeluarkan partai-partai, para caleg, calon gubernur, calon bupati, calon walikota dan calon kepala desa di kampung. Saya ingat cerita rekan saya yang saat ini menjadi kepala desa di beberapa lokasi di Banten. Untuk ukuran kursi kepala desa saja, seseorang tidak sungkan untuk merogoh kocek sampai ratusan juta rupiah…. Weleh-weleh…. Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar Surya Paloh, memiliki pengalaman tersendiri. Dia menghabiskan dana lebih dari Rp1 miliar hanya untuk berpidato selama 15 menit di panggung kampanye di sebuah lapangan sepakbola, di Mandailing Natal, Sumatera Utara saat kampanye 2009…. ckckckck. Untuk partai-partai, VIVAnews melaporkan bahwa Partai Gerakan Indonesia Raya tercatat sebagai partai dengan dana kampanye terbesar di Komisi Pemilihan Umum yakni Rp 308 miliar. Partai Hati Nurani Rakyat jauh di bawah jumlah itu yakni Rp 19 miliar, Partai Amanat Nasional Rp 18 miliar dan Partai Kebangkitan Bangsa Rp 3,6 miliar (http://politik.vivanews.com/news/read/63443-inilah_laporan_dana_kampanye_gerindra)

Sedangkan untuk calon presiden dan wakil presiden, saldo awal dana kampanye tiga pasang calon presiden dan wakil presiden diumumkan. Pasangan kandidat dengan saldo awal tertinggi adalah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Boediono, yang mencapai lebih dari Rp 20 miliar… hehehe, itu baru saldo awal (http://politik.vivanews.com/news/read/61913-dana_kampanye_sby_boediono_tertinggi__rp_20_m)

Saya tidak merasa heran jika banyak pihak menenggarai, bahwa dana talangan Bank Century habis di pakai ‘bancakan’ oleh partai tertentu yang kemdian didistribusikan kepada para peserta partai koalisi… cabe deh… terbukti banyaknya penerima dana dari Bank Century yang fiktif tercatat di bank tersebut.

Lain lagi cerita teman saya yang sedang melakukan penelitian di sebuah Taman Nasional di Kalimantan, yang menceritakan bahwa setiap akan diadakan pemilihan kepala daerah di wilayah tersebut selalu ada alih fungsi hutan dari hutan negara menjadi hutan rakyat yang dapat di konversi menjadi lahan pertanian dan tempat tinggal, padahal itu adalah lahan konservasi… huff, alasannya kandidat dari calon-calon kepala daerah tersebut memberikan konsensus tersebut dengan harapan akan dipilih lagi…. cara lain money politik… hihihi

6.7 Trilyun… saya sudah tidak ada gairah untuk membayangkan berapa nol dibelakangnya…. Saya hanya terbayang wajah-wajah para politikus…. (yang sebagian diantara mereka adalah kawan-kawan saya juga… hihihi). Hampir semua kasus hukum dan kasus politik di negeri ini selalu diungkap setelah ada tuntutan dari masyarakat… itu juga setelah alasan-alasan yang diungkapkan selalu mentah….

Indonesia memang terlalu luas… terlalu banyak permintaan dari rakyat…. terlalu banyak harapan yang ditumpukan pada pemimpin… dan terlalu banyak janji dari para parpol dan para kandidat untuk meningkatkan kesejahteraan… saya teringat sebuah iklan salah satu produk furniture beberapa tahun lalu…. “kalau sudah duduk lupa berdiri”… hehehe, bukan hanya lupa berdiri…. Juga lupa pada konstituennya. Tidak percaya…? Bukalah sedikit memori politik anda…. Seberapa sering dulunya saat kampanye, para parpol dan para kandidat mengunjungi kita semua…? Setelah jadi…? Cukup lihat rakyat yang kurang gizi dari televisi, cukup lihat sekolah roboh dari Koran, dan cukup sekian cerita saya.

Ciaooooo, I Luv U Fullll Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar