Minggu, 02 Mei 2010

Pengembangan Pariwisata Kota Solo… Sebuah Catatan


Minggu kemarin, selama dua hari saya habiskan keliling Kota Solo dalam rangka pendampingan Studi Banding Dinas Pariwisata Provinsi Banten dan Kota Serang ke Kota Solo, Jawa Tengah. Pemilihan Solo sebagai salah satu kota tujuan studi banding adalah karena keberhasilan kota ini ‘menyulap’ beberapa bagian dari kota ini yang dulunya kumuh menjadi lebih ‘berbudaya’ termasuk beberapa lokasi wisata.

Sebelumnya saya telah beberapa mengunjungi kota ini, tapi tentunya sekelebat saja dan tidak focus melihat pengembangan Solo menjadi Kota Wisata berbasis budaya. Namun tahun lalu rekan sekaligus ‘guru’ saya Okamoto Masaaki yang saat ini menetap dan mengajar di Kyoto memberikan data-data seputar kesuksesan Kota Solo saat beliau melakukan studi komparatif tentang kota tersebut. Beliau bercerita tentang kesuksesan pengembangan Solo dibawah kepemimpinan Walikota Joko Widodo yang akrab disapa ‘Jokowi’. Minggu kemarin ketika saya tiba di Solo, baru saja kota tersebut melakukan pilkada yang kembali dimenangkan oleh Jokowi dengan perolehan suara mayoritas 90%.... setara dengan pilkada Kota Tangerang yang dimenangkan oleh Wahidin Halim.

Rencana ke Kota Solo berawal dari pembicaraan bulan lalu, teman saya yang berdinas di Pariwisata Provinsi Banten mengutarakan sedang mencari kota yang telah sukses mengembangkan pedagang kaki lima yang berkutat di bisnis kuliner, dan akhirnya setelah berdiskusi pilihan itu jatuh pada Kota Solo yang sukses mengembangkan Langen Bogan sebagai sentra kuliner Surakarta.

Tidak salah memang, dua hari di Solo dalam ‘pengembaraan’ mencari informasi seputar Langen Bogan dan tempat-tempat wisata lainnya, kami mendapatkan banyak info baru dari para pengambil kebijakan. Awalnya kami akan berdiskusi dengan Pak Walikota, namun karena saat kami datang beliau sedang tidak menjabat karena baru melakukan pilkada… maka kami diterima oleh Kepala Dinas Pariwisata Kota Surakarta dan Kepala Dinas Perindustrian Kota Surakarta. Hal ini dikarenakan kawasan Langen Bogan berada di bawah kedua institusi ini.

Jika melihat sepintas, kawasan Langen Bogan tidak ubahnya seperti jalan Diponegoro di Kota Serang yang dipenuhi dengan tenda-tenda penjual makanan…. Atau kawasan selatan Alun-alun Kota Serang yang mulai ditumbuhi oleh para pedagang makanan. Namun ada yang khas dari Langen Bogan, yaitu managemen pengorganisasian para pedagang kaki lima (PKL) yang mau dan mampu diajak untuk menuju perbaikan.

Beberapa data singkat yang saya dapatkan, kawasan Langen Bogan di Kota Solo adalah sentra kuliner yang menjajakan ragam makanan khas Solo dan Jawa pada umumnya. Awalnya sentra ini dibiayai oleh dana APBD dan mendapat hibah dari kementrian perindustrian. Selain itu, pengelolaan sumber listrik, air dan sampah serta keamanan dikelola secara swakelola dari iuran yang dikumpulkan dari para pedagang yang tergabung dalam kawasan ini sekitar 76 PKL. Iuran yang dikumpulkan ditarik secara regular setiap malamnya sebesar 15.000,-/pedagang, iuran yang masuk akal tentunya.

Jangan harap kita didatangi pengemis atau pengamen jalanan saat sedang makan…. atau khawatir bisingnya kendaraan bermotor yang melintas disamping tenda…. Semua itu tidak akan dijumpai di Langen Bogan. Atau mungkin khawatir uang di kantong tidak cukup saat akan membayar karena tidak adanya tarif resmi… semua itu sejenak dilupakan.

Saya punya pengalaman kurang mengenakan saat makan di kawasan Malioboro Jogja yang menetapkan tariff diluar kewajaran… atau ketenangan makan terganggu saat pengemis dan pengamen yang tidak putus-putusnya saat menyantap nasi sumsum di Ponegoro Serang…. Huff. Semua itu tidak terjadi di Langen Bogan, karena para pengemis dan pengamen dilarang keras masuk dalam kawasan ini karena dijaga oleh security internal dari masyarakat. Dan semua menu harus mencantumkan harga saat hendak ditawarkan kepada para konsumen….. hmmm.

Kota Solo, ternyata bukan hanya punya Bengawan Solo yang memang sudah tersohor di pentas dunia. Beberapa gebrakan baru yang dibuat oleh Jokowi membuat beberapa pemerhati dan pengamat menjadi terkesima. Bagaimana pemindahan para PKL yang berjumlah 989 dari dari Monjari ke Pasar Klithikan tanpa melibatkan satpol pp dan bahkan disuguhkan kirab pengawal istana dan karnaval…. Padahal beberapa walikota sebelumnya selalu buntu untuk memindahkan para PKL. Belum lagipemberian SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan SITU (Surat Izin Tempat Usaha) yang diberikan secara gratis kepada masyarakat yang akan memulai usaha.

Saat di Bandara Adi Sumarmo, Koran Solo Post masih ditangan… saya hanya melihat berita seputar kemenangan Jokowi yang meraih 90% suara…. mutlak. Setiap masyarakat Solo yang Tanya tentang kepemimpinan walikotanya… semua memberikan apresiasi positif…. Bagi warga Solo yang penting dapat berusaha dengan mudah bagi rakyat kecil, pendidikan terjangkau untuk seluruh masyarakat dan kepastian berinvestasi, kata pengusaha…..

Beberapa saat lalu, saat saya di Singapura, kebetulan rekan saya yang bekerja di Kedutaan Singapore member kabar bahwa sore itu Solo Batik Carnival sedang ikut dalam Chingay Parade…. Dan bulan kemarin sahabat saya di Belanda mengabarkan adanya rombongan Solo Batik Carnival yang ikut dalam bagian Pasar Malam di Belanda… wuiiih.

Saya melihat jadwal penerbangan Solo-Singapore yang diterbangi oleh Silk Air, dan Solo-Kuala Lumpur yang dijalani oleh Air Asia meruapakan bukti bahwa pertumbuhan pariwisata Solo tidak bisa dipandang sebelah mata…. Kapan kota-kota di Banten menyusul..? insya Allah, karena Kepala Dinas Pariwisata Kota Serang dan Kasi Destinasi Pariwisata Provinsi Banten didalam pesawat saat terbang pulang mengutarakan grand design Taman Sari yang hendak dikembangkan menjadi sentra wisata kuliner di Kota Serang dan Pelabuhan Karang Antu di Banten Lama yang juga hendak dikembangkan menjadi sentra kuliner sea food…. namun beliau sedikit tertawa kecil karena menurut beliau anggaran untuk itu semua masih harus melobi DPRD dan meminta partisipasi pihak lain. Saya katakan, kita kerjakan saja dulu apa yang kita bisa… kalau memang kita saat ini masih bisa ‘bermimpi’, maka bermimpi saja dulu sampai kita terbangun hingga ada pengusaha dan kesadaran dari para stake holder yang ingin berpartisipasi……. Saya jadi teringat slogan saat kampanye beberapa waktu lalu “Bersama Membangun Banten”…..???
(http://www.bantenkini.blogspot.com)