Rabu, 02 Februari 2011

MEMANG SUNGGUH-SUNGGUH SUSAH DAN MENDERITA JADI ORANG MISKIN (Catatan Kecil Tentang Gizi Buruk)


Siang kemarin, isteri saya menceritakan via telepon ketika saya sedang berada di kantor bahwa baru saja temannya menceritakan kegelisahan yang dihadapi tetangganya akan penderitaan dan sulitnya berurusan dengan birokrasi pemerintahan terkait kondisi anaknya yang harus dirawat di RSUD (rumah sakit umum daerah) Serang, Banten – Indonesia..... ya masih di Indonesia, jadi segala permasalahan terkait sulitnya mengurus surat-surat di birokrasi memang sungguh luaaaaarrrr binasa. Ya, saya katakan sungguh luaaaar binasa, karena telah hilangnya (binasa) rasa empati dan simpati diantara sesama anak negeri.

Teman isteri saya berkeluh kesah tentang pengalaman beliau berurusan dengan pihak RSUD Serang yang awalnya menolak pasien gizi buruk yang terinfeksi radang paru yang dibawa oleh teman isteri tersebut. Hari jum’at lalu ia membawa keluarga tersebut ke RSUD Serang untuk mendapatkan perawatan bagi anak tetangganya, karena di puskesmas katanya sudah angkat tangan dan harus dirawat di Rumah Sakit. Saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat) dokter yang memeriksa saat itu menyarankan untuk mengurus surat Jamkesmas (jaminan kesehatan masyarakat) agar dapat digratiskan pembiayaannya karena memang kehidupannya tidak mampu. Segera ayah sang anak mengurusnya mulai dari RT, RW, Lurah hingga kantor kecamatan dan minta pengesahan dari puskesmas dan Dinas Kesehatan setempat. Namun setibanya di RSUD, surat rekomendasi tidak diterima oleh pihak RSUD karena katanya pasien harus membawa SKTM (surat keterangan tidak mampu) karena beda domisili dengan status RSUD...? awalnya saya heran mendengar cerita ini, karena beda apanya..? karena masih dalam satu wilayah SERANG Provinsi Banten, INDONESIA.

Namun saya baru paham, ketika menelisik sedikit demi sedikit saat berdiskusi dengan rekan saya salah seorang wartawan harian di Banten. Bahwa surat Jamkesmas tidak berlaku bagi pemegang KTP (kartu tanda penduduk) di Kota Serang yang ingin mendapatkan biaya pengobatan gratis, alasannya RSUD dimiliki oleh Pemerintah KABUPATEN SERANG dan bukan Pemerintah KOTA SERANG, jadi intinya RSUD hanya meng-cover warga Kabupaten Serang saja... TITIK. Salah seorang staff yang bertugas saat itu di RSUD menyarankan agar orang tua pasien segera mengurus SKTM agar dapat diproses. Namun orang tua pasien yang tidak tahu menahu jadi bulan-bulanan semrawutnya jalur komunikasi dan birokrasi di Banten. Sesampainya di Kantor Dinas Kesehatan Serang, malah disarankan ke Dinas Sosial, karena katanya jatah SKTM harus diurus di Dinas Sosial, karena jatah (quota) di tahun 2010 di Kota Serang sudah habis sedangkan untuk tahun 2011 belum ada anggaran..???? huffff.

Dengan pasrah, orng tua pasien yang sehari-hari berprofesi sebagai supir angkot dengan penghasilan sekitar 10.000 sampai 20.000/hari harus pontang-panting dan kembali ke RSUD dengan tangan kosong..... dan lagi-lagi bagian administrasi RSUD menolak anaknya.... weleh-weleh prikitiw preketew. Dengan sedikit menahan raasa malu, akhirnya keluarga pasien meminta tolong dengan rekan saya tersebut untuk meminjam uang agar anaknya dapat dirawat di RSUD. Rekan saya dengan tulus tentunya memberikan pinjaman agar anak tetangganya tersebut dapat dirawat. Namun permasalahan belum selesai sampai disini, karena saat uang telah ditangan, ternyata kamar untuk perawatan kelas 3 (satu ruangan diisi enam sampai sepuluh pasien tanpa kipas angin apalagi AC) sedang full dan harus menunggu. Dengan terpaksa akhirnya keluarga ini harus menginapkan anaknya di bangsal IGD RSUD Serang, baru pada hari kedua anaknya dapat masuk kamar kelas tiga. Ternyata untuk mendapatkan kesembuhan bagi ‘orang kecil’ tidaklah mudah.

Selama enam hari perawatan tentunya, setiap menebus obat orang tua sang anak harus berpikir keras dan terkadang tidak menebusnya karena ketiadaan dana. Hingga siang kemarin teman isteri saya menceritakannya pada saya.... awalnya saya mengira yang dirawat di RSUD hanya satu pasien.... ternyata ada empat pasien gizi buruk dengan latar belakang yang nyaris sama dengan kondisi keluarga tersebut. Beragam cerita akhirnya mengalir. Muklis (25tahun) yang sehari-hari berprofesi sebagai supir angkot dan beristerikan Nurhasanah (20tahun) merasa sudah putus harapannya ketika memasukkan anaknya ke RSUD dan ditolak memakai Jamkesmas dan bahkan masih kepikiran bagaimana harus keluar rumah sakit kelak dengan biaya tagihan rumah sakit bila tidak memakai Jamkesmas.

Lain lagi kisah Saniman (27tahun) yang sehari-hari bekerja menjadi buruh kasar di pabrik kecap dengan penghasilan 140.000/minggu beristrikan Halimah (20tahun) harus memutar otak karena saat memasukkan anaknya ke RSUD ia meminjam uang tetangga dan saudaranya. Padahal sudah dua minggu anaknya dirawat di RSUD, karena Jamkesmas dari Kota Serang katanya tidak diterima di RSUD Kabupaten Serang. Padahal letak RSUD Serang ada ditengah-tengah Kota Serang...? Ternyata pemekaran wilayah yang digembor-gemborkan akan meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat jauh panggang dari api, karena awalnya Kota Serang adalah hasil pemekaran wilayah dari Kabupaten Serang.

Cerita ini tidaklah berhenti sampai disini, karena siang kemrin saya menghubungi rekan saya yang wartawan untuk sama-sama mencari jalan keluar.... dan ternyata beliau mencoba menghubungi ‘para petinggi’ di Kabupaten Serang via telpon dan sms, dan ternyata jurus tersebut sangat ampuh, tidak dalam hitungan jam, bahkan ketika kami masih dalam ruangan RSUD ditengah-tengah pasien gizi buruk, tiba-tiba datang perawat yang mengatakan bahwa semua pasien gizi buruk ditanggung oleh RSUD...? weleh-weleh.... namun yang ditanggung hanya rawat inap dan beberapa jenis obat saja, karena beberapa item obat dan tindakan medis tidak dalam tanggungan RSUD, seperti CT Scan, Rontgen, dan beberapa obat lainnya. Apalagi ongkos dan biaya hidup para orang tua pasien yang harus stand by disisi anaknya selama di rumah sakit, sama sekali tidak ditanggung pemerintah. Alhamdulillah, ketika saya menulis artikel ini, beberapa sahabat saya yang tinggal dan bekerja di Malaysia dan Timur Tengah dengan antusias dan penuh perhatian terhadap saudara-saudaranya yang sedang ditimpa musibah langsung merespon dengan mentrasnfer dana..... semoga amal ibadahnya dibalas oleh Yang Maha Kuasa.

Begitu sulitnya menjadi orang miskin.... sangat sulit bahkan, apalagi dengan pendidikan rendah yang tidak mengetahui apa-apa tentang birokrasi yang memang sudah berbelit-belit ditambah ketidakpedulian para pejabat, baik dieksekutif maupun legislatif...?

Saya menulis artikel ini bukanlah mencari siapa yang salah, namun hanya menumpahkan kekesalan bahwa suatu urusan yang sebenarnya dapat dengan mudah diselesaikan, tapi dalam kenyataannya tidak semudah membalik telapan tangan, saya membayangkan para orang tua pasien gizi buruk atau penyakit apapun jika orang tua mereka tidak mampu dan tidak punya koneksi kepada ‘para petinggi’ mungkin tinggal menunggu percepatan mati.... Indonesia, I Luv U Full.
(www.bantenkini.blogspot.com)

Serang, 3 Februari 2011